Keraton Kanoman Cirebon Terus Lestarikan Tradisi Tawurji & Ngapem
Tawurji dan Ngapem adalah tradisi yang tidak dapat dipisahkan dalam acara ritual di Keraton Kanoman Cirebon. Konon, kedua tradisi ini sudah ada sejak era wali songo dan keberlangsungannya tidak lepas dari pengaruh ajaran Islam dan misi Islamisasi pada saat itu.
Tradisi Tawurji dan Ngapem, dikatakan Juru Bicara Kesultanan Kanoman Ratu Raja Arimbi Nurtina, diperingati setiap Rabu wekasan tiba. Artinya, hari Rabu pamungkas (terahir hari Rabu dan spesial) di bulan safar karena mempunyai nilai kekeramatan dan kepercayaan akan turunya ribuan musibah.
Keraton Kanoman Cirebon pada setiap rebo wekasan selalu mengadakan tradisi Tawurji dan Ngapem. Tawurji yakni shodaqoh uang koin yang dibagikan secara massal kepada margesari (warga) dan biasanya diikuti oleh abdi dalem juga masyarakat lainya. Tawurji berasal dari suku kata tawur (melempar uang koin/sejenisnya) dan aji (Tuan Haji/orang yang mampu).
Sementara Apem adalah salah satu bentuk shodaqoh dalam bentuk yang lain yakni makanan yang terbuat dari bahan beras yang sudah dihaluskan yang disandingkan dengan gula merah. Tradisi Tawurji dan Ngapem ini pada intinya merupakan bentuk shodaqoh keluarga keraton dihari rabu terakhir bulan safar sebagai upaya untuk menolak segala jenis marabahaya/musibah.
“Menurut salah satu cerita yang berkembang di lingkungan Keraton Kanoman Cirebon, tradisi Tawurji bermula dari upaya perlindungan murid-murid Syekh Lemah Abang yang dianggap sesat disertai nasib mereka yang terlunta-lunta, sehingga oleh Sunan Gunung Jati mereka dilindungi dengan memberikan uang koin sebagai bekal untuk bertahan hidup,” ujar Arimbi dalam keterangan tertulisnya, Kamis (8/11/2018).
Peristiwa itu tepat pada hari rabu terahir bulan safar dan pada hari itu juga berbarengan dengan tradisi ritual di Bangsal Paseban Keraton Kanoman Cirebon dengan memanjatkan doa kepada Allah SWT dan tawasul kepada para wali dan leluhur raja-raja Keraton Kanoman.
Kedua tradisi ini, lanjut Arimbi, diawali dengan berkumpulnya para pinengeran dan abdi dalem di Pendopo Djinem sebari menunggu Sultan Raja Muhammad Emirudin (Sultan Kanoman XII) keluar dari kediamanya di Kaputren dengan membawa satu kotak uang koin yang sudah didoakan guna dibagikan kepada masyarakat dan abdi dalem yang bertempat di Pendopo Djinem.
“Lalu dilanjutkan dengan memanjatkan doa di Bangsal Paseban untuk meminta pertolongan dan keselamatan dengan cara membagi-bagikan apem secara sukarela,” pungkasnya.[Sumber: Citrust]
Tradisi Tawurji dan Ngapem, dikatakan Juru Bicara Kesultanan Kanoman Ratu Raja Arimbi Nurtina, diperingati setiap Rabu wekasan tiba. Artinya, hari Rabu pamungkas (terahir hari Rabu dan spesial) di bulan safar karena mempunyai nilai kekeramatan dan kepercayaan akan turunya ribuan musibah.
Keraton Kanoman Cirebon pada setiap rebo wekasan selalu mengadakan tradisi Tawurji dan Ngapem. Tawurji yakni shodaqoh uang koin yang dibagikan secara massal kepada margesari (warga) dan biasanya diikuti oleh abdi dalem juga masyarakat lainya. Tawurji berasal dari suku kata tawur (melempar uang koin/sejenisnya) dan aji (Tuan Haji/orang yang mampu).
Sementara Apem adalah salah satu bentuk shodaqoh dalam bentuk yang lain yakni makanan yang terbuat dari bahan beras yang sudah dihaluskan yang disandingkan dengan gula merah. Tradisi Tawurji dan Ngapem ini pada intinya merupakan bentuk shodaqoh keluarga keraton dihari rabu terakhir bulan safar sebagai upaya untuk menolak segala jenis marabahaya/musibah.
“Menurut salah satu cerita yang berkembang di lingkungan Keraton Kanoman Cirebon, tradisi Tawurji bermula dari upaya perlindungan murid-murid Syekh Lemah Abang yang dianggap sesat disertai nasib mereka yang terlunta-lunta, sehingga oleh Sunan Gunung Jati mereka dilindungi dengan memberikan uang koin sebagai bekal untuk bertahan hidup,” ujar Arimbi dalam keterangan tertulisnya, Kamis (8/11/2018).
Peristiwa itu tepat pada hari rabu terahir bulan safar dan pada hari itu juga berbarengan dengan tradisi ritual di Bangsal Paseban Keraton Kanoman Cirebon dengan memanjatkan doa kepada Allah SWT dan tawasul kepada para wali dan leluhur raja-raja Keraton Kanoman.
Kedua tradisi ini, lanjut Arimbi, diawali dengan berkumpulnya para pinengeran dan abdi dalem di Pendopo Djinem sebari menunggu Sultan Raja Muhammad Emirudin (Sultan Kanoman XII) keluar dari kediamanya di Kaputren dengan membawa satu kotak uang koin yang sudah didoakan guna dibagikan kepada masyarakat dan abdi dalem yang bertempat di Pendopo Djinem.
“Lalu dilanjutkan dengan memanjatkan doa di Bangsal Paseban untuk meminta pertolongan dan keselamatan dengan cara membagi-bagikan apem secara sukarela,” pungkasnya.[Sumber: Citrust]