Misteri Sungai Kriyan dan Kemunculan Siluman Buaya Putih di Cirebon
Sungai Kriyan tak hanya menjadi saksi sejarah dalam perkembangan Cirebon. Sungai tersebut menyimpan banyak mitos dan misteri yang kerap menggegerkan warga Pantura Jawa Barat itu.
Beragam peristiwa yang melibatkan Sungai Kriyan Cirebon tersebut tak jauh dari kesan mistis. Seperti maraknya orang hilang di sungai dan muncul dalam kondisi tak bernyawa.
"Banyak kejadian di sini rata-rata kalau orang hilang di sungai proses pencariannya melibatkan banyak petugas dan kalau cepat ketemu biasanya sudah meninggal," kata salah seorang warga di sekitar Sungai Kriyan Cirebon, Wahyu, Kamis (11/7/2019).
Letak Sungai Kriyan Cirebon tidak jauh dari Situs Lawang Sanga di Kampung Mandalangan Kelurahan Kasepuhan Kecamatan Lemahwungkuk Kota Cirebon.
Sungai Kriyan Kota Cirebon menjadi salah satu kawasan yang menjadi saksi sejarah perkembangan Cirebon. Tidak jauh dari Situs Lawang Sanga di Kampung Mandalangan, Kelurahan Kasepuhan, Kecamatan Lemahwungkuk, Kota Cirebon.
"Kalau logikanya memang orang yang tenggelam di sungai rentan meninggal. Tapi di sungai ini memang kental dengan mitosnya seperti siluman buaya salah satunya," ujar dia.
Seperti diketahui, situs bersejarah Lawang Sanga yang dekat dengan Sungai Kriyan menyimpan banyak mitos tentang munculnya sosok Siluman Buaya Putih.
"Buaya putih tidak buas karena diyakini merupakan kutukan oleh Sultan," ujar juru Kunci Lawang Sanga Cirebon Suwari.
Masyarakat meyakini, buaya putih yang hidup di Sungai Kriyan itu sebagai penjaga Situs Lawang Sanga. Dia menuturkan, buaya putih yang hidup di Sungai Kriyan merupakan jelmaan salah seorang putra dari Sultan Sepuh I Syamsuddin Martawijaya.
Diketahui, anak dari Sultan Syamsudin yang dikutuk menjadi buaya putih bernama Elang Angka Wijaya. Dia dikutuk karena semasa di dunia tidak pernah patuh terhadap perintah ayahnya.
"Elang Angka Wijaya memiliki kebiasaan kalau makan sambil tiduran tengkurap. Sultan selalu menasihati agar tidak seperti itu tapi kerap diabaikan. Hingga akhirnya sultan berucap anaknya kalau makan tengkurap seperti buaya. Ucapan orang dulu kan manjur," ujar dia.
Sejak menjelma menjadi buaya putih, Elang Angka Wijaya hidup di lingkungan salah satu kolam yang ada di Bangunan Keraton Kasepuhan. Namun, menginjak usia dewasa, buaya putih tersebut pindah ke kawasan Sungai Kriyan.
Buaya tersebut dikabarkan sering menampakkan diri di hadapan warga sekitar. Bahkan, warga sudah menganggap biasa terhadap penampakan diri siluman buaya putih itu.
"Maka dari itu di kampung kami ada tradisi yang tidak bisa kami lewatkan," kata dia.
Kendati demikian, Suwari mengatakan, mitos buaya putih di Cirebon itu menjadi pelajaran penting dalam kehidupan sehari-hari. Salah satunya upaya untuk terus menjaga kebersihan dan melestarikan sungai.
Hingga saat ini, masyarakat sekitar Sungai Kriyan masih memercayai mitos buaya putih tersebut. Bahkan, ada tradisi tersendiri saat masyarakat melihat penampakan buaya putih.
"Tradisinya melempar tumpang ke sungai kalau ada masyarakat yang melihat itu kemudian sungai dibersihkan. Intinya sama-sama menjaga lingkungan," ujar dia.[Liputan6]
Beragam peristiwa yang melibatkan Sungai Kriyan Cirebon tersebut tak jauh dari kesan mistis. Seperti maraknya orang hilang di sungai dan muncul dalam kondisi tak bernyawa.
"Banyak kejadian di sini rata-rata kalau orang hilang di sungai proses pencariannya melibatkan banyak petugas dan kalau cepat ketemu biasanya sudah meninggal," kata salah seorang warga di sekitar Sungai Kriyan Cirebon, Wahyu, Kamis (11/7/2019).
Letak Sungai Kriyan Cirebon tidak jauh dari Situs Lawang Sanga di Kampung Mandalangan Kelurahan Kasepuhan Kecamatan Lemahwungkuk Kota Cirebon.
Sungai Kriyan Kota Cirebon menjadi salah satu kawasan yang menjadi saksi sejarah perkembangan Cirebon. Tidak jauh dari Situs Lawang Sanga di Kampung Mandalangan, Kelurahan Kasepuhan, Kecamatan Lemahwungkuk, Kota Cirebon.
"Kalau logikanya memang orang yang tenggelam di sungai rentan meninggal. Tapi di sungai ini memang kental dengan mitosnya seperti siluman buaya salah satunya," ujar dia.
Seperti diketahui, situs bersejarah Lawang Sanga yang dekat dengan Sungai Kriyan menyimpan banyak mitos tentang munculnya sosok Siluman Buaya Putih.
"Buaya putih tidak buas karena diyakini merupakan kutukan oleh Sultan," ujar juru Kunci Lawang Sanga Cirebon Suwari.
Masyarakat meyakini, buaya putih yang hidup di Sungai Kriyan itu sebagai penjaga Situs Lawang Sanga. Dia menuturkan, buaya putih yang hidup di Sungai Kriyan merupakan jelmaan salah seorang putra dari Sultan Sepuh I Syamsuddin Martawijaya.
Diketahui, anak dari Sultan Syamsudin yang dikutuk menjadi buaya putih bernama Elang Angka Wijaya. Dia dikutuk karena semasa di dunia tidak pernah patuh terhadap perintah ayahnya.
"Elang Angka Wijaya memiliki kebiasaan kalau makan sambil tiduran tengkurap. Sultan selalu menasihati agar tidak seperti itu tapi kerap diabaikan. Hingga akhirnya sultan berucap anaknya kalau makan tengkurap seperti buaya. Ucapan orang dulu kan manjur," ujar dia.
Sejak menjelma menjadi buaya putih, Elang Angka Wijaya hidup di lingkungan salah satu kolam yang ada di Bangunan Keraton Kasepuhan. Namun, menginjak usia dewasa, buaya putih tersebut pindah ke kawasan Sungai Kriyan.
Buaya tersebut dikabarkan sering menampakkan diri di hadapan warga sekitar. Bahkan, warga sudah menganggap biasa terhadap penampakan diri siluman buaya putih itu.
"Maka dari itu di kampung kami ada tradisi yang tidak bisa kami lewatkan," kata dia.
Kendati demikian, Suwari mengatakan, mitos buaya putih di Cirebon itu menjadi pelajaran penting dalam kehidupan sehari-hari. Salah satunya upaya untuk terus menjaga kebersihan dan melestarikan sungai.
Hingga saat ini, masyarakat sekitar Sungai Kriyan masih memercayai mitos buaya putih tersebut. Bahkan, ada tradisi tersendiri saat masyarakat melihat penampakan buaya putih.
"Tradisinya melempar tumpang ke sungai kalau ada masyarakat yang melihat itu kemudian sungai dibersihkan. Intinya sama-sama menjaga lingkungan," ujar dia.[Liputan6]