PLTU2 Disebut Kucurkan Uang Miliaran kepada Sunjaya, Cirebon Power Layangkan Surat ke Hyundai

Tidak terima nama PLTU 2 disebut-sebut dalam persidangan perkara jual beli jabatan oleh Bupati Cirebon nonaktif Sunjaya Purwadisastra, Cirebon Power (CP) sebagai konsorsium pemilik PLTU 2, melayangkan surat permintaan penjelasan kepada Hyundai Engineering Corporation (HDEC), soal adanya aliran dana Rp 6,5 miliar ke Sunjaya, yang diduga terkait perijinan.

Menurut Head of Communication Cirebon Power Yuda Panjaitan, permintaan penjelasan dilakukan karena Cirebon Power juga sama kagetnya dengan masyarakat Cirebon, akan fakta yang terungkap di persidangan.
“Kami sudah pertanyakan secara resmi kepada pihak Hyundai. Karena kami sama sekali tidak tahu dan tidak terlibat. Kami juga betul-betul baru tahu dari media yang mengambil sumber dari fakta persidangan. Secara prinsip kami hormati proses persidangan,” jelasnya kepada wartawan Kamis, 21 Maret 2019.

Dikatakan Yuda, CP dan HDEC adalah dua entitas bisnis yang berbeda. CP adalah konsorsium pemilik pembangkit PLTU 2 yang berlokasi di Desa Kanci Kecamatan Astanajapura Kabupaten Cirebon. Sedangkan HDEC adalah kontraktor utama yang membangun PLTU 2 sampai bisa dioperasikan nanti, dengan kapasitas 1.000 MW.

Sejak awal proses kontrak dan sebelum proyek berjalan, kata Yuda, CP sudah wanti-wanti kepada kontraktor utama maupun subkontraktor untuk bekerja sesuai dengan prosedur, dan jangan sampai bermain-main atau melanggar perizinan apalagi melanggar hukum.

“Kami tegaskan sejak awal, bahwa CP adalah konsorsium internasional yang menggunakan pendanaan asing yang juga diawasi konsultan dan lembaga perbankan asing, yang mendukung prinsip clean and good goverment,” paparnya.

Yuda mengungkapkan, sebenarnya untuk sejumlah perijinan seperti ijin lokasi, prinsip, Amdal dan IMB, CP sendiri yang mengurusnya. Termasuk soal pembebasan lahan seluas 195 hektare di Desa Kanci yang merupakan lahan milik Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, dilakukan oleh CP.

Lokasi lahan, lanjutnya adalah punya negara atau barang milik negara. “CP melakukan kerja sama peminjaman kepada negara, yang diputuskan oleh Menkeu untuk membangun proyek infrastruktur dengan jangka waktu peminjaman 40 tahun. Sehingga CP melakukan pembayaran kepada negara,” jelasnya.

Namun untuk perijinan lain yang harus diurus selama proses pembangunan, diakui Yuda memang dilakukan oleh HDEC sebagai kontraktor utamanya. “Terus terang kami juga heran, kalau benar Hyundai melakukan hal itu. Selama menjalani bisnis sejak 2007, belum pernah mengalami hal seperti ini,” ucapnya.

Sebagai informasi, saat persidangan lanjutan perkara jual beli jabatan dengan terdakwa bupati Cirebon nonaktif Sunjaya, di Pengadilan Tipikor Bandung Rabu, 20 Maret 2019,  terungkap adanya aliran dana dari PLTU 2 kepada Sunjaya sebesar Rp 6,5 miliar.

Uang disebut-sebut dikucurkan oleh kontraktor HDEC dalam beberapa kali termin. Uang sebesar Rp 6,5 miliar dari HDEC diambil oleh Camat Beber Rita Susana yang juga istri Camat Astanajapura, Mahmud Iing Tajudin, atas perintah Sunjaya.

Dalam persidangan Sunjaya mengaku uang sebesar itu adalah uang pengganti dari HDEC karena ia sudah berhasil membebaskan tanah untuk pembangunan PLTU 2. Namun Sunjaya mengaku dari uang sebesar itu, sebagian dialirkan ke sejumlah orang penting di Kabupaten Cirebon.[PikiranRakyat]

Subscribe to receive free email updates:

Related Posts :