Selamatkan Kesenian Tradisional Cirebon
Kabupaten Cirebon memiliki banyak jenis kesenian tradisional yang merupakan warisan leluhur yang seharusnya dilestarikan oleh generasi berikutnya.
Untuk itu, warisan yang memiliki makna dan filosofis tinggi menjadi modal hak kekayaan intelektualitas lokal itu menjadi nilai dasar pembangunan di berbagai bidang.
Namun sayangnya, karena berbagai faktor dan aspek yang menyebabkan hampir mayoritas kesenian tradisional kondisinya mayoritas di ambang kepunahan. Bahkan, hanya beberapa bagian saja yang hingga saat ini masih tetap eksis bertahan dan sisanya bahkan telah punah dan setengahnya diambang kepunahan.
Berdasarkan data yang dimiliki Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda dan Olahraga (Disbudparpora) Kabupaten Cirebon, tercatat 59 kesenian tradisional yang dimiliki. Dari jumlah itu, sebanyak 10 kesenian tradisional sudah punah, kemudian 39 kesenian tradisional kondisinya hampir punah 39 dan sisanya yang masih eksis hanya tingga 10 kesenian tradisional.
“Kondisi ini tentu harus menjadi perhatian semua pihak. Terutama pemerintah daerah yang harus bertanggung jawab penuh dalam memertahankan eksistensi kesenian tradisional yang kondisinya bisa disebut memprihatinkan,” ungkap Filolog Cirebon yang sekaligus pelaku seni pelukis kaca , Opan Raffan Hasyim kepada Kabar Cirebon, Rabu (6/2/2019).
Menurut Opan, sapaan akrabnya, minimalnya pemerintah daerah harus jeli dalam memperhatikan fenomena tersebut. Meski telah dilakukan pendataan sekitar tahun 1990-an, tentu harus ada pembaharuan.
Seharusnya, kata Opan, tidak hanya sekadar dilakukan pendataan ulang, perlu kiranya pembinaan dan pemberian kontribusi lebih berupa ruang dan kesempatan bagi generasi penerus dalam pelestariannya.
“Bisa saja makin berkurang dari jumlahnya yang masih bertahan. Kalau sudah begini, siapa yang harus disalahkan. Kan tidak bisa begitu saja saling tunjuk yang ujungnya saling menyalahkan,” katanya.
Opan menambahkan, kepada para pelaku seni yakni seniman yang bergelut di bidangnya juga semestinya menciptakan regenerasi sesuai kemampuan masing-masing. Meski demikian, diakui Opan, banyak aspek dan kendala yang menjadi penghambat dalam menciptakan generasi baru dalam perjalanannya.
Seperti bergesernya arus modernisasi yang turut serta mengerus peradaban yang mestinya menjadi modal dasar dari kesenian tradisional yang dimiliki. Terutama, kata dia, dari sisi support anggaran yang masih minim hingga menyebabkan generasi penerus enggan dan bahkan pelaku seni bernasib kurang diperhatikan.
Selain itu, seperti diadakannya ruang publik untuk pementasan yang terjadwal dengan rapih yang juga bisa memberian kontribusi.
“Contoh saja dari ‘sucses story’ yang pertama dilihat dari generasi penerus. Bagaimana mereka mau tertarik, jika nasib para pelaku seni kerap dipandang sebelah mata. Makanya, yang diutamakan memang menjadi cerminan awal bagi generasi berikutnya. Sehingga asalkan ada itidak baik dari pemrintah dalam pengemasan agar tradisi sepeninggalan para leluhur agar tetap bertahan,” paparnya.
Menanggapai permasalahan tersebut, Ketua DPRD Kabupaten Cirebon, Mustofa mengaku, pihaknya berkali kali kerap meminta pendataan dan pengkajian atas fenomena yang terjadi kepada dinas terkait.
Mengingat, Kabupaten Cirebon yang kaya akan kesenian dan budaya sehingga memiliki karekteristik tersendiri yang berdampak pada daya tarik yang meluas. Sehingga, kata Jimus sapaan akrabnya, jika itu dijalankan dan dibesarkan maka dampaknya bisa banyak bermanfaat kedepan terutama bisa saja ada pemasukan bagi PAD.
“Tidak hanya suport anggaran yang menjadi perhatian, tapi pendataan dan program rencana kerja yang jelas. Sehingga kami di DPRD bisa mendukung itu semua asalkan terstruktur dengan baik,” katanya.
Jimus menjelaskan, jika bicara soal regenerasi yang minim menjadi alasan utama. Tentunya dukungan payung hukum dan kontribusi penyediaan anggaran bisa menjadi daya minat bagi regenerasi.
“Jadi, intinya pembuatan program kerja nyata dulu di dinas terkait yang melibatkan elemen lainnya. Agar ke depannya bisa turut andil dalam keberlangsungan tradisi kesenian yang ada. Bukan hanya perhatian, tapi sarana penunjang harus lebih teliti diperhatian. Untuk support anggaran tentu menjadi utama,” katanya.
Sementara itu, Kepada Disbudparpora Kabupaten Cirebon, Hartono mengatakan, fenomena kesenian tradisional yang terancam punah tersebut disebabkan sulitnya regenerasi.
Seiring perkembangan zaman, maka jika sudah tidak ada yang memainkan maka akan semakin jarang pula kesenian tersebut dipentaskan. Sehingga mengakibatkan mengalami kepunahan.
Menurut Hartono, seharusnya kesenian asli Cirebon ini bisa dijaga kelestariannya agar tidak mengalami kepunahan.
“Kesenian ini merupakan identitas dari masing-masing daerah, sehingga kesenian ini wajib untuk dilestarikan. Kesenian asli Cirebon tidak boleh kalah saing dengan yang lain di zaman modern ini,” tuturnya.
Selama ini, kata Hartono, Disbudparpora terus berupaya agar kesenian-kesenian yang diambang kepunahan bisa kembali dilestarikan.
“Bukan Disbudparpora tanpa usaha, tetapi banyak usaha yang dilakukan kami untuk bisa mengembangkan kesenian yang akan punah ataupun kesenian yang lainnya. Karena itu adalah misi kami,” katanya.
Menurutnya, cara melestarikan kesenian yang akan mengalami kepunahan, salah satunya
Disbudparpora mengadakan pelatihan agar generasi muda bisa mengikuti.
“Karena bagaimanapun generasi muda ini yang menjadi tumpuan agar kesenian ini tidak punah. Selain itu juga kita libatkan kesenian-kesenian dalam berbagai event. Mungkin bisa disesuaikan dengan event yang ada. Kemudian masyarakat saat ini yang memang kurang berminat untuk melestarikan kesenian tradisi bisa lebih peduli. Namun untuk wisatawan ini masih sangat besar untuk bisa melestarikan kesenian yang ada,” ungkapnya.[KabarCirebon]
Untuk itu, warisan yang memiliki makna dan filosofis tinggi menjadi modal hak kekayaan intelektualitas lokal itu menjadi nilai dasar pembangunan di berbagai bidang.
Namun sayangnya, karena berbagai faktor dan aspek yang menyebabkan hampir mayoritas kesenian tradisional kondisinya mayoritas di ambang kepunahan. Bahkan, hanya beberapa bagian saja yang hingga saat ini masih tetap eksis bertahan dan sisanya bahkan telah punah dan setengahnya diambang kepunahan.
Berdasarkan data yang dimiliki Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda dan Olahraga (Disbudparpora) Kabupaten Cirebon, tercatat 59 kesenian tradisional yang dimiliki. Dari jumlah itu, sebanyak 10 kesenian tradisional sudah punah, kemudian 39 kesenian tradisional kondisinya hampir punah 39 dan sisanya yang masih eksis hanya tingga 10 kesenian tradisional.
“Kondisi ini tentu harus menjadi perhatian semua pihak. Terutama pemerintah daerah yang harus bertanggung jawab penuh dalam memertahankan eksistensi kesenian tradisional yang kondisinya bisa disebut memprihatinkan,” ungkap Filolog Cirebon yang sekaligus pelaku seni pelukis kaca , Opan Raffan Hasyim kepada Kabar Cirebon, Rabu (6/2/2019).
Menurut Opan, sapaan akrabnya, minimalnya pemerintah daerah harus jeli dalam memperhatikan fenomena tersebut. Meski telah dilakukan pendataan sekitar tahun 1990-an, tentu harus ada pembaharuan.
Seharusnya, kata Opan, tidak hanya sekadar dilakukan pendataan ulang, perlu kiranya pembinaan dan pemberian kontribusi lebih berupa ruang dan kesempatan bagi generasi penerus dalam pelestariannya.
“Bisa saja makin berkurang dari jumlahnya yang masih bertahan. Kalau sudah begini, siapa yang harus disalahkan. Kan tidak bisa begitu saja saling tunjuk yang ujungnya saling menyalahkan,” katanya.
Opan menambahkan, kepada para pelaku seni yakni seniman yang bergelut di bidangnya juga semestinya menciptakan regenerasi sesuai kemampuan masing-masing. Meski demikian, diakui Opan, banyak aspek dan kendala yang menjadi penghambat dalam menciptakan generasi baru dalam perjalanannya.
Seperti bergesernya arus modernisasi yang turut serta mengerus peradaban yang mestinya menjadi modal dasar dari kesenian tradisional yang dimiliki. Terutama, kata dia, dari sisi support anggaran yang masih minim hingga menyebabkan generasi penerus enggan dan bahkan pelaku seni bernasib kurang diperhatikan.
Selain itu, seperti diadakannya ruang publik untuk pementasan yang terjadwal dengan rapih yang juga bisa memberian kontribusi.
“Contoh saja dari ‘sucses story’ yang pertama dilihat dari generasi penerus. Bagaimana mereka mau tertarik, jika nasib para pelaku seni kerap dipandang sebelah mata. Makanya, yang diutamakan memang menjadi cerminan awal bagi generasi berikutnya. Sehingga asalkan ada itidak baik dari pemrintah dalam pengemasan agar tradisi sepeninggalan para leluhur agar tetap bertahan,” paparnya.
Menanggapai permasalahan tersebut, Ketua DPRD Kabupaten Cirebon, Mustofa mengaku, pihaknya berkali kali kerap meminta pendataan dan pengkajian atas fenomena yang terjadi kepada dinas terkait.
Mengingat, Kabupaten Cirebon yang kaya akan kesenian dan budaya sehingga memiliki karekteristik tersendiri yang berdampak pada daya tarik yang meluas. Sehingga, kata Jimus sapaan akrabnya, jika itu dijalankan dan dibesarkan maka dampaknya bisa banyak bermanfaat kedepan terutama bisa saja ada pemasukan bagi PAD.
“Tidak hanya suport anggaran yang menjadi perhatian, tapi pendataan dan program rencana kerja yang jelas. Sehingga kami di DPRD bisa mendukung itu semua asalkan terstruktur dengan baik,” katanya.
Jimus menjelaskan, jika bicara soal regenerasi yang minim menjadi alasan utama. Tentunya dukungan payung hukum dan kontribusi penyediaan anggaran bisa menjadi daya minat bagi regenerasi.
“Jadi, intinya pembuatan program kerja nyata dulu di dinas terkait yang melibatkan elemen lainnya. Agar ke depannya bisa turut andil dalam keberlangsungan tradisi kesenian yang ada. Bukan hanya perhatian, tapi sarana penunjang harus lebih teliti diperhatian. Untuk support anggaran tentu menjadi utama,” katanya.
Sementara itu, Kepada Disbudparpora Kabupaten Cirebon, Hartono mengatakan, fenomena kesenian tradisional yang terancam punah tersebut disebabkan sulitnya regenerasi.
Seiring perkembangan zaman, maka jika sudah tidak ada yang memainkan maka akan semakin jarang pula kesenian tersebut dipentaskan. Sehingga mengakibatkan mengalami kepunahan.
Menurut Hartono, seharusnya kesenian asli Cirebon ini bisa dijaga kelestariannya agar tidak mengalami kepunahan.
“Kesenian ini merupakan identitas dari masing-masing daerah, sehingga kesenian ini wajib untuk dilestarikan. Kesenian asli Cirebon tidak boleh kalah saing dengan yang lain di zaman modern ini,” tuturnya.
Selama ini, kata Hartono, Disbudparpora terus berupaya agar kesenian-kesenian yang diambang kepunahan bisa kembali dilestarikan.
“Bukan Disbudparpora tanpa usaha, tetapi banyak usaha yang dilakukan kami untuk bisa mengembangkan kesenian yang akan punah ataupun kesenian yang lainnya. Karena itu adalah misi kami,” katanya.
Menurutnya, cara melestarikan kesenian yang akan mengalami kepunahan, salah satunya
Disbudparpora mengadakan pelatihan agar generasi muda bisa mengikuti.
“Karena bagaimanapun generasi muda ini yang menjadi tumpuan agar kesenian ini tidak punah. Selain itu juga kita libatkan kesenian-kesenian dalam berbagai event. Mungkin bisa disesuaikan dengan event yang ada. Kemudian masyarakat saat ini yang memang kurang berminat untuk melestarikan kesenian tradisi bisa lebih peduli. Namun untuk wisatawan ini masih sangat besar untuk bisa melestarikan kesenian yang ada,” ungkapnya.[KabarCirebon]