Tersisa 4 Orang, Perajin Cap Batik di Cirebon Terancam Punah
Batik merupakan salah satu warisan yang harus dijaga. Ada dua jenis batik di Indonesia, batik cap dan batik tulis. Proses pembuatannya pun berbeda.
Cirebon merupakan salah satu daerah yang terkenal dengan batiknya, baik itu batik cap maupun tulis. Di tengah menggeliatnya industri batik, ternyata kepunahan mengancam para perajin cap batik. Cap yang dibuat untuk memproduksi jenis batik cap.
Jumlah perajin cap batik di Cirebon bisa dihitung dengan jari.
"Perajin cap batik di Kabupaten Cirebon itu tinggal empat orang, termasuk saya," kata Hadi Priatno (42) salah seorang perajin cap batik asal Desa Trusmi Wetan, Kecamatan Plered, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, Kamis (17/1/2019).
Dari empat perajin cap batik yang tersisa itu, dikatakan Hadi, dua di antaranya dikontrak oleh dua toko batik yang ada di Kampung Batik Trusmi. Hadi pun mengajak berkunjung ke perajin lainnya, Abdul Kholik (41) di Desa Kali Tengah, Kecamatan Tengah Tani, Kabupaten Cirebon untuk melihat proses pembuatan cap batik.
Hadi dan Kholik memiliki kegelisahan, lantaran perajin cap batik terancam punah. Hadi mengaku kesulitan untuk meregenerasi perajin batik. Hadi tak menampik Pemkab Cirebon mendukung adanya regenerasi perajin. Namun, sifatnya hanya seremonial.
"Beberapa waktu lalu ada pelatihan kerjasama dengan Pemkab Cirebon. Ya begitu, setelah pelatihan tak ada kelanjutan. Tak ada pembinaan," kata Hadi.
Hadi kerap menjadi narasumber dalam berbagai acara tentang batik di beberapa daerah. Hadi mengaku antusiasme peserta pelatihan di daerah lain lebih tinggi dibandingkan di Cirebon.
"Saya punya binaan di daerah lain, seperti Cianjur. Di sana aktif. Pelatihan hingga proses pembinaannya berjalan," kata Hadi.
Kholik yang saat itu tengah menggarap pesanan cap batik motif Kuningan mengiyakan omongan Hadi. Kholik khawatir perajin cap batik di Cirebon punah. Kholik besar di lingkungan perajin cap batik, ayahnya merupakan perajin cap batik asal Pekalongan yang menetap di Cirebon sejak 1965.
"Saya generasi ketiga. Saya meneruskan keterampilan ayah saya. Tentu kami khawatir jika perajin itu punah, kita tidak bisa memaksakan orang untuk jadi perajin. Ini harus ada solusi," kata Kholik.
Menurut Kholik penghasilan yang tak menentu membuat orang enggan menjadi perajin batik. Saat ditanya mengenai pendapatan per bulannya, Kholik hanya tersenyum.
"Berapa ya, tak menentu soalnya. Tapi, minimal itu ada tiga pesanan selama sebulan," kata Kholik seraya tersenyum.
Kholik menyebutkan untuk satu cap batik dihargai Rp 700 ribu. Kholik juga mengaku kerap menemui kesulitan dama proses pembuatan cap batik. Bahan baku cap batik terbuat dari tembaga.
"Ya alatnya cuma gunting, pinset, tang, dan lainnya. Kemudian kita bentuk motifnya, sesuai pesanan. Kadang ada pesanan dari toko batik," ucapnya.
Kholik menjelaskan mengenai proses pembuatan cap batik. Proses diawali dengan pembuatan desain, kemudian dilanjutkan membuat kerangka dan motif yang terbuat dari tembaga. Setelah pembuatan kerangan dan motif rampung, dilanjutkan proses pembakaran yang memakan waktu 15 menit.
"Proses pembakaran ini agar merekat antara patrian dengan bidang cat. Kemudian kita sesuaikan bentuknya, dan terakhir proses gondorukem atau meratakan bidang cat. Agar pas digunakan dalam proses membatik," katanya.[Detik]
Cirebon merupakan salah satu daerah yang terkenal dengan batiknya, baik itu batik cap maupun tulis. Di tengah menggeliatnya industri batik, ternyata kepunahan mengancam para perajin cap batik. Cap yang dibuat untuk memproduksi jenis batik cap.
Jumlah perajin cap batik di Cirebon bisa dihitung dengan jari.
"Perajin cap batik di Kabupaten Cirebon itu tinggal empat orang, termasuk saya," kata Hadi Priatno (42) salah seorang perajin cap batik asal Desa Trusmi Wetan, Kecamatan Plered, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, Kamis (17/1/2019).
Dari empat perajin cap batik yang tersisa itu, dikatakan Hadi, dua di antaranya dikontrak oleh dua toko batik yang ada di Kampung Batik Trusmi. Hadi pun mengajak berkunjung ke perajin lainnya, Abdul Kholik (41) di Desa Kali Tengah, Kecamatan Tengah Tani, Kabupaten Cirebon untuk melihat proses pembuatan cap batik.
Hadi dan Kholik memiliki kegelisahan, lantaran perajin cap batik terancam punah. Hadi mengaku kesulitan untuk meregenerasi perajin batik. Hadi tak menampik Pemkab Cirebon mendukung adanya regenerasi perajin. Namun, sifatnya hanya seremonial.
"Beberapa waktu lalu ada pelatihan kerjasama dengan Pemkab Cirebon. Ya begitu, setelah pelatihan tak ada kelanjutan. Tak ada pembinaan," kata Hadi.
Hadi kerap menjadi narasumber dalam berbagai acara tentang batik di beberapa daerah. Hadi mengaku antusiasme peserta pelatihan di daerah lain lebih tinggi dibandingkan di Cirebon.
"Saya punya binaan di daerah lain, seperti Cianjur. Di sana aktif. Pelatihan hingga proses pembinaannya berjalan," kata Hadi.
Kholik yang saat itu tengah menggarap pesanan cap batik motif Kuningan mengiyakan omongan Hadi. Kholik khawatir perajin cap batik di Cirebon punah. Kholik besar di lingkungan perajin cap batik, ayahnya merupakan perajin cap batik asal Pekalongan yang menetap di Cirebon sejak 1965.
"Saya generasi ketiga. Saya meneruskan keterampilan ayah saya. Tentu kami khawatir jika perajin itu punah, kita tidak bisa memaksakan orang untuk jadi perajin. Ini harus ada solusi," kata Kholik.
Menurut Kholik penghasilan yang tak menentu membuat orang enggan menjadi perajin batik. Saat ditanya mengenai pendapatan per bulannya, Kholik hanya tersenyum.
"Berapa ya, tak menentu soalnya. Tapi, minimal itu ada tiga pesanan selama sebulan," kata Kholik seraya tersenyum.
Kholik menyebutkan untuk satu cap batik dihargai Rp 700 ribu. Kholik juga mengaku kerap menemui kesulitan dama proses pembuatan cap batik. Bahan baku cap batik terbuat dari tembaga.
"Ya alatnya cuma gunting, pinset, tang, dan lainnya. Kemudian kita bentuk motifnya, sesuai pesanan. Kadang ada pesanan dari toko batik," ucapnya.
Kholik menjelaskan mengenai proses pembuatan cap batik. Proses diawali dengan pembuatan desain, kemudian dilanjutkan membuat kerangka dan motif yang terbuat dari tembaga. Setelah pembuatan kerangan dan motif rampung, dilanjutkan proses pembakaran yang memakan waktu 15 menit.
"Proses pembakaran ini agar merekat antara patrian dengan bidang cat. Kemudian kita sesuaikan bentuknya, dan terakhir proses gondorukem atau meratakan bidang cat. Agar pas digunakan dalam proses membatik," katanya.[Detik]