Konsultan Proyek Jalan Cirebon Dituntut 1,5 Tahun
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Cirebon menuntut dua pengawas proyek peningkatan Jalan Rinjani-Bromo dan Jalan Mahoni Febri Darmansyah dan Tisna Sanjaya hukuman 1,5 tahun denda Rp 50 juta, subsidair kurungan tiga bulan.
Hal itu terungkap dalam sidang tuntutan dugaan korupsi proyek peningkatan jalan di Kota Cirebon, di Pengadilan Tipikor PN Bandung, Jalan RE Martadinata, Senin (30/9/2019). Kedua terdakwa yakni konsultan pengawasan proyek, Febri Darmansyah dan Tisna Sanjaya.
Dalam amar tuntutannya, JPU Kejari Cirebon menyatakan kedua terdakwa terbukti bersalah secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi bersama-sama dan berkelanjutan, sebagaimana dalam dakwaan subsidair pasal 3 UU Tipikor.
"Menuntut majelis hakim yang menangani perkara kedua terdakwa, agar menjatuhkan hukuman satu tahun enam bulan, denda Rp 50 juta, subsidair kurungan tiga bulan," katanya.
Sebelum membacakan tuntutannya, JPU membacakan hal memberatkan dan meringankan. Yang memberatkan perbuatan terdakwa tidak mendukung program pemerintah.
Sementara yang meringankan, lanjutnya, terdakwa sudah mengembalikan uang kerugian negara senilai Rp 205 juta, mengakui dan menyesali perbuatannya, dan belum pernah dihukum.
Dalam urainnya, kedua terdakwa sebagai seorang konsultan diduga menandatangani berita acara yang menyatakan pekerjaan telah selesai 100 persen.
“Padahal mereka mengetahui secara persis bahwa progres pekerjaan belum mencapai 100 persen, atau ada kekurangan,” katanya.
Kedua terdakwa merupakan Ketua Tim Konsultan Pengawas dan Koordinator Pengawas Lapangan dari PT Yodya Karya, dianggap bersalah (persidangan berbeda). Sebagai konsultan yang ditunjum pemerintah, seharusnya mereka ikut mengawasi pengerjaan peningkatan jalan tersebut.
Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, mereka berperan besar untuk menilai secara objektif, professional, dan sesuai progres pekerjaan.
Berdasarkan dokumen yang ada, kedua terdakwa adalah orang yang aktif di lapangan selaku konsultan pengawas. Mereka pula yang membuat surat menyurat maupun laporan progres dari perkembangan fisik pekerjaan. Sehingga, mereka mengetahui persis hasil pekerjaan.
Bahkan, saat dilakukan Serah Terima Pertama atau Provisional Hand Over(PHO) antara Kontraktor Pelaksana dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Febri Darmansyah dan Tisna Sanjaya mengetahui bahwa secara administrasi menyatakan progres pekerjaan sudah mencapai 100 persen itu bertentangan dengan kondisi riil fisik yang telah mereka nilai melalu laporan hasil pengawasan.
“Tetapi nyatanya mereka mengamini dan tertuang dalam bukti pernyataan berita acara. Makanya mereka turut dipersalahkan,” ujarnya.
Berdasarkan data yang dihimpun, kasus dugaan korupsi yang bersumber dari DAK 2016 ini menyeret dua pejabat di lingkungan DPUPR. Dugaan korupsi yang dilakukan dengan mengurangi material untuk peningkatan jalan di Jalan Rinjani-Bromo (Kelurahan Larangan), dan Jalan Mahoni di kompleks perumahan GSP. Selain dua pejabat pemerintah, tiga orang unsur swasta juga sudan menjalani persidangan.
Adapun kelima terdakwa tersebut yakni 2 dari Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (DPUR) Kota Cirebon, yakni YW dan S, dan 3 orang dari pihak swasta CV Rajawali sebagai pemenang proyek, yaitu HMS, DD dan K.
Modus para terdakwa, yakni proyek pekerjaan peningkatan jalan tidak sesuai dengan spesifikasi yang telah ditetapkan dalam kontrak kerja, dengan cara mengurangi ketebalan spesifikasi jalan yang menyebabkan kerugian negara sebesar Rp200.000.000 berdasarkan perhitungan dari perwakilan BPKP Jawa Barat.[InilahKoran]
Hal itu terungkap dalam sidang tuntutan dugaan korupsi proyek peningkatan jalan di Kota Cirebon, di Pengadilan Tipikor PN Bandung, Jalan RE Martadinata, Senin (30/9/2019). Kedua terdakwa yakni konsultan pengawasan proyek, Febri Darmansyah dan Tisna Sanjaya.
Dalam amar tuntutannya, JPU Kejari Cirebon menyatakan kedua terdakwa terbukti bersalah secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi bersama-sama dan berkelanjutan, sebagaimana dalam dakwaan subsidair pasal 3 UU Tipikor.
"Menuntut majelis hakim yang menangani perkara kedua terdakwa, agar menjatuhkan hukuman satu tahun enam bulan, denda Rp 50 juta, subsidair kurungan tiga bulan," katanya.
Sebelum membacakan tuntutannya, JPU membacakan hal memberatkan dan meringankan. Yang memberatkan perbuatan terdakwa tidak mendukung program pemerintah.
Sementara yang meringankan, lanjutnya, terdakwa sudah mengembalikan uang kerugian negara senilai Rp 205 juta, mengakui dan menyesali perbuatannya, dan belum pernah dihukum.
Dalam urainnya, kedua terdakwa sebagai seorang konsultan diduga menandatangani berita acara yang menyatakan pekerjaan telah selesai 100 persen.
“Padahal mereka mengetahui secara persis bahwa progres pekerjaan belum mencapai 100 persen, atau ada kekurangan,” katanya.
Kedua terdakwa merupakan Ketua Tim Konsultan Pengawas dan Koordinator Pengawas Lapangan dari PT Yodya Karya, dianggap bersalah (persidangan berbeda). Sebagai konsultan yang ditunjum pemerintah, seharusnya mereka ikut mengawasi pengerjaan peningkatan jalan tersebut.
Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, mereka berperan besar untuk menilai secara objektif, professional, dan sesuai progres pekerjaan.
Berdasarkan dokumen yang ada, kedua terdakwa adalah orang yang aktif di lapangan selaku konsultan pengawas. Mereka pula yang membuat surat menyurat maupun laporan progres dari perkembangan fisik pekerjaan. Sehingga, mereka mengetahui persis hasil pekerjaan.
Bahkan, saat dilakukan Serah Terima Pertama atau Provisional Hand Over(PHO) antara Kontraktor Pelaksana dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Febri Darmansyah dan Tisna Sanjaya mengetahui bahwa secara administrasi menyatakan progres pekerjaan sudah mencapai 100 persen itu bertentangan dengan kondisi riil fisik yang telah mereka nilai melalu laporan hasil pengawasan.
“Tetapi nyatanya mereka mengamini dan tertuang dalam bukti pernyataan berita acara. Makanya mereka turut dipersalahkan,” ujarnya.
Berdasarkan data yang dihimpun, kasus dugaan korupsi yang bersumber dari DAK 2016 ini menyeret dua pejabat di lingkungan DPUPR. Dugaan korupsi yang dilakukan dengan mengurangi material untuk peningkatan jalan di Jalan Rinjani-Bromo (Kelurahan Larangan), dan Jalan Mahoni di kompleks perumahan GSP. Selain dua pejabat pemerintah, tiga orang unsur swasta juga sudan menjalani persidangan.
Adapun kelima terdakwa tersebut yakni 2 dari Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (DPUR) Kota Cirebon, yakni YW dan S, dan 3 orang dari pihak swasta CV Rajawali sebagai pemenang proyek, yaitu HMS, DD dan K.
Modus para terdakwa, yakni proyek pekerjaan peningkatan jalan tidak sesuai dengan spesifikasi yang telah ditetapkan dalam kontrak kerja, dengan cara mengurangi ketebalan spesifikasi jalan yang menyebabkan kerugian negara sebesar Rp200.000.000 berdasarkan perhitungan dari perwakilan BPKP Jawa Barat.[InilahKoran]