Ini Asal-usul dan Sejarah Tahu Gejrot Kuliner Khas Cirebon
Tahu Gejrot merupakan salah satu kuliner asli Cirebon, Jawa Barat, yang banyak disukai masyarakat dari berbagai kalangan. Tak mengherankan, bila kemudian kuliner yang biasa disajikan di atas piring gerabah itu menjadi salah satu kuliner legendaris di Indonesia.
Bahan utama tahu gejrot adalah tahu gembos yang dihidangkan bersama kuah kecap, cabai rawit, bawang merah, dan gula merah. Selain murah dan mudah dalam pembuatan, salah satu makanan khas Cirebon ini memiliki aroma dan cita rasa unik.
Kekhasan dari makanan tradisional ini tidak hanya terletak pada bahan dan pelengkap sajiannya, wadah dan alat santapnya alami menggunakan biting (tusuk kecil terbuat dari bambu atau kayu).
Namun, tidak banyak yang tahu sejarah kemunculan tahu gejrot yang biasa dijual di pikulan itu.
Budayawan Cirebon Nurdin M Noer menyampaikan, berdasarkan hasil pengumpulan data penulisan, terungkap bahwa dapur-dapur produksi (pabrik tahu gejrot) berada di Desa Jatiseeng, Kecamatan Ciledug, Kabupaten Cirebon.
Dia menuturkan, salah satu keterampilan boga ini berlangsung sejak zaman prakemerdekaan. Bahkan, hingga kini dapur-dapur pembuatan tahu gejrot masih tetap lestari dan berkembang secara tradisional.
"Setidaknya, di Jatiseeng terdapat enam pabrik tahu gejrot yang tetap eksis hanya memproduksi tahu gejrot, tanpa diversifikasi produk lain dari bahan baku sejenis," ucap dia beberapa waktu lalu.
Sentra usaha tahu gejrot di Jatiseeng tersebut diwariskan secara turun temurun hingga saat ini memasuki generasi ke-3.
"Kalau kata Dulhamid, salah seorang jawara tahu gejrot, dahulu, pemilik pabrik tahu gejrot adalah orang-orang keturunan China. Maklum situasi keamanan dan ekonomi sebelum tahun 1950 masih morat- marit, mengharuskan penduduk pribumi bekerja apa saja, termasuk beburuh membuat tahu gejrot. Bahkan banyak pula yang turut memasarkannya dengan keliling kampung," tutur dia.
Ketika situasi ekonomi dan politik mulai membaik, orang-orang kaya yang bermodal tebal mulai meninggalkan usaha tahu gejrot dan memilih membuka usaha lain di kota-kota yang menjanjikan keuntungan lebih besar. Di tengah situasi itu, penduduk pribumi mulai mengambil alih produksi tahu gejrot.
Keahlian tersebut didapat lewat praktik langsung di pabrik-pabrik milik orang China selama bertahun-tahun. Tidak sedikit buruh pabrik tahu gejrot memilih membuka usaha sendiri saat majikannya mengalami kebangkrutan.
"Sejak saat itulah keberadaan tahu gejrot dilestarikan dan dikembangkan pendistribusiannya hingga terkenal di mana-mana," ujar dia.
Sementara itu, nama tahu gejrot sendiri bermula dari kepraktisan para pengecer tahu gejrot yang berjualan keliling kampung. Dia mengatakan, tahu gejrot memiliki keranjang khusus dan identik berjualan dengan cara dipikul.
Dalam keranjang khusus tahu gejrot itu, para pedagang sudah menyediakan air gula merah dalam wadah gendul (botol). Sedangkan, bumbu-bumbu lainnya biasa digerus mendadak.
"Tentu saja air gula merah yang encer dalam botol berlubang kecil jika dikucurkan harus dengan jalan dihentak atau digejrotkan, dan menimbulkan bunyi jrot-jrot-jrot. Nah karena yang digejrot itu tahu, maka latah orang menyebutnya tahu gejrot. Hingga sekarang, nama makanan khas Cirebon itu tetap lekat di hati masyarakat," kata Nurdin.[Liputan6]
Bahan utama tahu gejrot adalah tahu gembos yang dihidangkan bersama kuah kecap, cabai rawit, bawang merah, dan gula merah. Selain murah dan mudah dalam pembuatan, salah satu makanan khas Cirebon ini memiliki aroma dan cita rasa unik.
Kekhasan dari makanan tradisional ini tidak hanya terletak pada bahan dan pelengkap sajiannya, wadah dan alat santapnya alami menggunakan biting (tusuk kecil terbuat dari bambu atau kayu).
Namun, tidak banyak yang tahu sejarah kemunculan tahu gejrot yang biasa dijual di pikulan itu.
Budayawan Cirebon Nurdin M Noer menyampaikan, berdasarkan hasil pengumpulan data penulisan, terungkap bahwa dapur-dapur produksi (pabrik tahu gejrot) berada di Desa Jatiseeng, Kecamatan Ciledug, Kabupaten Cirebon.
Dia menuturkan, salah satu keterampilan boga ini berlangsung sejak zaman prakemerdekaan. Bahkan, hingga kini dapur-dapur pembuatan tahu gejrot masih tetap lestari dan berkembang secara tradisional.
"Setidaknya, di Jatiseeng terdapat enam pabrik tahu gejrot yang tetap eksis hanya memproduksi tahu gejrot, tanpa diversifikasi produk lain dari bahan baku sejenis," ucap dia beberapa waktu lalu.
Sentra usaha tahu gejrot di Jatiseeng tersebut diwariskan secara turun temurun hingga saat ini memasuki generasi ke-3.
"Kalau kata Dulhamid, salah seorang jawara tahu gejrot, dahulu, pemilik pabrik tahu gejrot adalah orang-orang keturunan China. Maklum situasi keamanan dan ekonomi sebelum tahun 1950 masih morat- marit, mengharuskan penduduk pribumi bekerja apa saja, termasuk beburuh membuat tahu gejrot. Bahkan banyak pula yang turut memasarkannya dengan keliling kampung," tutur dia.
Ketika situasi ekonomi dan politik mulai membaik, orang-orang kaya yang bermodal tebal mulai meninggalkan usaha tahu gejrot dan memilih membuka usaha lain di kota-kota yang menjanjikan keuntungan lebih besar. Di tengah situasi itu, penduduk pribumi mulai mengambil alih produksi tahu gejrot.
Keahlian tersebut didapat lewat praktik langsung di pabrik-pabrik milik orang China selama bertahun-tahun. Tidak sedikit buruh pabrik tahu gejrot memilih membuka usaha sendiri saat majikannya mengalami kebangkrutan.
"Sejak saat itulah keberadaan tahu gejrot dilestarikan dan dikembangkan pendistribusiannya hingga terkenal di mana-mana," ujar dia.
Sementara itu, nama tahu gejrot sendiri bermula dari kepraktisan para pengecer tahu gejrot yang berjualan keliling kampung. Dia mengatakan, tahu gejrot memiliki keranjang khusus dan identik berjualan dengan cara dipikul.
Dalam keranjang khusus tahu gejrot itu, para pedagang sudah menyediakan air gula merah dalam wadah gendul (botol). Sedangkan, bumbu-bumbu lainnya biasa digerus mendadak.
"Tentu saja air gula merah yang encer dalam botol berlubang kecil jika dikucurkan harus dengan jalan dihentak atau digejrotkan, dan menimbulkan bunyi jrot-jrot-jrot. Nah karena yang digejrot itu tahu, maka latah orang menyebutnya tahu gejrot. Hingga sekarang, nama makanan khas Cirebon itu tetap lekat di hati masyarakat," kata Nurdin.[Liputan6]