Sidang Jual Beli Jabatan, eks Bupati Cirebon Ditegur Hakim Karena Lecehkan KPK

Sidang kasus jual beli jabatan di Pemerintah Kabupaten Cirebon digelar di Pengadilan Negeri (PN) Bandung, Jalan LLRE Martadinata, Kota Bandung, Rabu (23/1).

Bupati Cirebon non-aktif, Sunjaya Purwadisastra yang juga sebagai terdakwa dalam kasus ini dihadirkan menjadi saksi dengan terdakwa eks Sekretaris Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Kabupaten Cirebon Gatot Rachmanto.

Dalam sidang, Sunjaya Purwadisastra membantah menerima uang dari Aparatur Sipil Negara (ASN) Pemkab Cirebon. Sejumlah pernyataannya pun tak sesuai dengan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) dari Komisi pemberantasan Korupsi (KPK).

Karena dianggap berbelit, Jaksa terdengar membacakan ulang keterangannya dalam BAP yang menyatakan bahwa Sunjaya menerima uang dari pejabat Pemkab Cirebon yang dilantik secara tunai.

"Saya tidak pernah menerima uang," ucapnya.

Ia tetap bersikeras menolak dan berkilah bahwa saat proses BAP merupakan pernyataan ajudannya, Deni Saprudin, terlebih saat proses BAP ia dalam posisi lelah dan ingin segera mengakhirinya.

"Saat diperiksa (untuk BAP) sampai larut hingga pukul 02.00. Saya sudah lelah dan langsung tandatangani," kata dia.

Mendengar hal itu, Jaksa marah karena merasa tersinggung dan dilecehkan. Terlebih apa yang diutarakan Sunjaya dianggap tak masuk akal. "Saudara mengatakan seperti itu sudah melecehkan penyidik KPK," kata jaksa KPK, Wiraksajaya.

Dalam persidangan, jaksa memutar rekaman percakapan antara Sunjaya dan ajudannya, Deni. Terdengar bahwa Sunjaya menanyakan uang dengan kode 100. Dalam dakwaan diketahui bahwa 100 itu adalah nominal Rp 100 juta.

Ia kembali menyanggahnya dan mengaku tidak tahu tentang percakapan yang didengarkan dalam persidangan tersebut. "Saya tidak tahu," balasnya.

Dalam perkara ini, Gatot diduga menyuap Bupati Cirebon Sunjaya Purwadi terkait pengisian jabatan di Kabupaten Cirebon. Selain Gatot, Sunjaya juga ditetapkan sebagai tersangka setelah ditangkap dalam operasi tangkap tangan (OTT)

Tim KPK juga mengamankan uang tunai Rp 385 juta dalam OTT tersebut. Selain uang tunai, KPK mengamankan bukti transaksi perbankan berupa slip setoran senilai Rp 6.425.000.000.

Dalam sidang tersebut terungkap bahwa Sunjaya meminta ajudannya, Deni Syafrudin membuka rekening untuk menampung rupiah dari para ASN Pemkab yang mendapat promosi jabatan. Dari rekening yang dibuat, beberapa diantaranya dibuat dengan identitas warga yang mengalami gangguan jiwa.

Total ada tiga rekening yang dibuat oleh ajudan Sunjaya, yakni atas nama Deni, Eti dan Warno. Dalam BAP, Jaksa menjelaskan bahwa Warno dan Eti adalah warga Kabupaten Cirebon yang mengalami gangguan jiwa.

Jaksa KPK, Wiraksajaya pada sidang itu membacakan keterangan Sunjaya untuk terdakwa Gatot Rachmanto terkait pembukaan rekening oleh Deni yang diperintahkan oleh Sunjaya.

"Tujuannya (membuka rekening) agar dana besar tidak ditampung di satu rekening dan supaya tidak terlacak," ujar jaksa. Hakim Roja'i pun membenarkan pernyataan Deni dan menanyakan kepada Sunjaya. Namun, lagi-lagi Sunjaya tidak mengakuinya.

Sebelumnya KPK telah menetapkan tersangka kepada Sunjaya karena diduga menerima pemberian lainnya secara tunai dari pejabat pejabat di lingkungan pemkab Cirebon sebesar, Rp 125 juta melalui ajudan dan sekretaris pribadi Bupati.

Modus yang digunakan adalah pemberian setoran kepada Bupati setelah pejabat terkait dilantik. KPK menyatakan besaran nilai setoran terkait mutasi mulai dari jabatan lurah, camat hingga eselon 3 ini telah diatur oleh Sunjaya.
Selain pemberian tunai terkait mutasi jabatan, Sujaya juga diduga menerima fee total senilai Rp 6,42 miliar yang tersimpan dalam rekening atas nama orang lain.

Rekening tersebut sepenuhnya dikuasai Bupati dan digunakan sebagai rekening penampungan, terkait proyek-proyek di lingkungan Pemkab Cirebon tahun anggaran 2018.

Sunjaya dalam kasus ini dikenakan dua perkara. Untuk penyidikan pertama disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undarg Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Koupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Selain itu Sunjaya kena pidana gratifikasi. Ia disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 12 B atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.[Merdeka]

Subscribe to receive free email updates: